Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berapa Lama Masa Iddah Bagi Janda Jika Ingin Menikah Lagi?

Walaupun sudah banyak dijelaskan di dalam kitab-kitab fikih, dalam ceramah-ceramah dan kajian para Ustadz, namun ternyata masih ada yang belum begitu memahami berapa lama iddah bagi perempuan (janda) jika ia akan menikah lagi.

Insya Allah dalam artikel ini akan saya sampaikan mengenai iddah bagi wanita yang sudah bercerai, baik secara hukum Islam, juga dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Pengertian Iddah dan lamanya waktu Iddah

Iddah adalah masa tunggu/ menanti yang diwajibkan atas perempuan yang diceraikan suaminya (cerai hidup ataupun cerai mati), sebelum ia memutuskan untuk menikah lagi dengan laki-laki lain. Di antara hikmahnya adalah agar diketahui kandungannya berisi atau tidak (h4mil).

contoh akta cerai
Di lihat dari kejadiannya, perceraian itu ada dua macam, yaitu cerai mati dan cerai hidup.

Cerai mati yaitu terjadinya perceraian yang disebabkan oleh kematian suami. Istri yang suaminya meninggal dunia, maka baginya berlaku masa iddah (waktu menunggu). Lamanya masa iddah cerai mati adalah 4 bulan 10 hari.

Dalilnya adalah firman Allah Swt dalam surah al-Baqarah: 234

وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوۡنَ مِنكُمۡ وَيَذَرُونَ أَزۡوَٰجٗا يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرۡبَعَةَ أَشۡهُرٖ وَعَشۡرٗاۖ فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيمَا فَعَلۡنَ فِيٓ أَنفُسِهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.

Cerai hidup yaitu terjadinya perceraian di saat suami dan istri masih sama-sama hidup. Perceraian ini bisa saja berupa cerai talak, yakni suami yang menjatuhkan talak atas istrinya, ataupun berupa cerai gugat, yaitu istri mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama, lalu hakim memutuskan status pernikahan mereka.

Untuk cerai hidup, lamanya masa iddah bagi wanita jika ia masih haidh, maka masa iddahnya adalah 3 kali suci.

Dalilnya firman Allah dalam surah al-Baqarah: 228

وَٱلۡمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٖۚ …..
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'……”

Para ulama’ berbeda pendapat dalam menafsirkan kata quru’ dalam ayat di atas. Ada yang mengartikan kata quru’ itu dengan haidh, dan ada juga yang mengartikannya dengan suci. Mayoritas ulama mengartikan kata quru’ dengan suci.

Cara menghitung tiga kali suci itu adalah:

Perceraian yang terjadi dalam waktu suci (setelah haidh dan mandi besar), kalau dalam waktu suci itu tidak dicampuri oleh suaminya, suci sewaktu perceraian itu terhitung satu kali suci. Namun jika perceraian itu terjadi dalam suci itu dan dalam masa suci itu si wanita sudah dicampuri suaminya, maka tiga kali suci itu terhitung mulai dari suci sesudah haidh pertama setelah perceraian.

Demikian juga perceraian yang terjadi dalam masa haidh, maka tiga kali sucinya terhitung dari sucinya sesudah haidh yang terjadi waktu perceraian.

Oleh karenanya, dilarang keras menceraikan istri (menjatuhkan talak) yang sudah dicampuri dalam masa sucinya, ataupun pada saat istri sedang haidh. Sebab iddahnya menjadi lebih lama. Namanya talak bid’i*.

*Talak Bid'i adalah talak yang terlarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haidh atau dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut. (KHI Pasal 122)

Talak Bid'i tetap sah hukumnya namun suami yang melakukannya berdosa karena melakukan sesuatu yang terlarang.

Jika wanita itu tidak lagi haidh, maka iddahnya adalah 3 bulan. Dalilnya adalah lanjutan Firman Allah dalam surah at-Thalaq: 4

وَٱلَّٰٓـِٔي يَئِسۡنَ مِنَ ٱلۡمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمۡ إِنِ ٱرۡتَبۡتُمۡ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشۡهُرٖ وَٱلَّٰٓـِٔي لَمۡ يَحِضۡنَۚ …….
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haidh lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haidh*….”

(*) Perempuan yang tidak haidh itu ada tiga, yaitu:

- Masih kecil (belum sampai umur);
- Sudah sampai umur tapi belum pernah haidh;
- Sudah tidak haidh lagi (monopause) karena sudah tua.

Masa iddah yang disebutkan di atas, yakni 4 bulan 10 hari untuk cerai mati dan 3 kali suci bagi cerai hidup wanita yang masih haidh dan 3 bulan bagi cerai hidup wanita yang tidak haidh, berlaku jika si wanita tidak dalam kondisi h*mil pasca terjadinya perceraian itu.

Jika wanita yang diceraikan itu dalam kondisi h4mil, maka iddahnya adalah sampai melahirkan.

Dalilnya adalah firman Allah surah At-Tholaq: 4 (lanjutan ayat di atas)

…… وَأُوْلَٰتُ ٱلۡأَحۡمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعۡنَ حَمۡلَهُنَّۚ ……
“…Dan perempuan-perempuan yang h4mil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. …”

Surah at-Tholaq ayat 4 di atas bersifat umum. Yaitu baik cerai hidup ataupun cerai mati, sedangkan wanita itu dalam kondisi h4mil, maka masa iddahnya adalah sampai melahirkan anaknya.

Sedangkan pada surah al-Baqarah ayat 234 di atas juga bersifat umum, yaitu jika terjadi perceraian karena kematian (cerai mati), baik wanita/ istri itu dalam keadaan h4mil ataupun tidak, maka waktu iddahnya adalah 4 bulan 10 hari.

Di sini timbul perbedaan pendapat di kalangan para ulama atas dua ayat tadi (al-Baqarah: 234 dan at-Thalaq: 4).

Yaitu jika seorang wanita yang suaminya meninggal (cerai mati) sedangkan ia dalam kondisi h4mil dan anaknya lahir sebelum cukup 4 bulan 10 hari terhitung dari hari wafat suaminya, apakah iddahnya dianggap sudah habis dengan melahirkan anaknya itu, ataukah harus dicukupkan 4 bulan 10 hari sebagaimana pada surah at-Thalaq ayat 4 itu.

Menurut jumhur salaf, iddah wanita itu adalah sampai lahir anaknya walaupun belum cukup 4 bulan 10 hari. Menurut pendapat lain yang diriwayatkan dari ‘Ali, bahwa iddahnya harus mengambil yang lebih panjang dari salah satu kedua iddah itu.

Artinya, jika anaknya lahir sebelum 4 bulan 10 hari, maka wanita itu harus menunggu (iddah) sampai cukup 4 bulan 10 hari. Dan apabila telah sampai waktu 4 bulan 10 hari namun anaknya belum juga lahir, maka iddahnya adalah menunggu sampai anaknya lahir.

Mengenai makna mengandung (h4mil) dalam pembahasan masalah iddah ini juga terjadi perbedaan pendapat antara Imam asy-Syafi’i dengan Imam Hanafi.

Menurut Imam Syafi’i, terjadinya iddah sampai melahirkan itu jika yang dikandung si wanita adalah anak dari suami yang menceraikannya. Jika bukan dari suami yang menceraikannya, maka si perempuan tidak beriddah dengan lahir anaknya.

Sedangkan menurut Imam Hanafi, iddah wanita yang h4mil sampai melahirkan itu adalah bersifat umum. Artinya tidak peduli apakah anak itu dari suami yang menceraikannya ataupun bukan, bahkan dari perbuatan z1na sekalipun, tetap waktu iddahnya adalah sampai anaknya lahir.

Adapun bagi wanita yang belum dicampuri oleh suaminya lalu diceraikan, maka tidak ada iddah baginya.

Dasarnya adalah firman Allah dalam surah al-Ahzab: 49

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا نَكَحۡتُمُ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ ثُمَّ طَلَّقۡتُمُوهُنَّ مِن قَبۡلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمۡ عَلَيۡهِنَّ مِنۡ عِدَّةٖ تَعۡتَدُّونَهَاۖ فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحٗا جَمِيلٗا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya”.

masa iddah

Waktu Tunggu (Iddah) dalam Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

A. Masa Iddah Menurut Undang-undang Perkawinan

Masa iddah bagi wanita yang diceraikan oleh suaminya juga telah diatur dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pasal 11

(1) Bagi wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.
(2) Tenggang waktu jangka waktu tunggu sebagaimana tersebut pada ayat (1) akan diatur dalam Peraturan Pemerintah lebih lanjut.

⇛ Peraturan Pemerintah sebagaimana tersebut pada ayat (2) di atas adalah Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

BAB VII (Waktu Tunggu).
Pasal 39*

(1) Waktu tunggu bagi seorang janda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Perkawinan ditentukan sebagai berikut:

a. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari.
b. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari;
c. Apabila perkawinan putus sedangkan janda tersebut dalam keadaan h4mil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

(2) Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian seddang antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan k3lamin (bers3tubuh/ campur -pen).

(3) Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suaminya.
*PP Nomor 9 Tahun 1975.

B. Masa Iddah Menurut KHI

Pada bagian kedua KHI tentang Waktu Tunggu (Iddah) disebutkan:

Pasal 153

1. Bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu atau iddah, kecuali qobla ad-dukhul (belum dicampuri -pen) dan perkawinannya putus bukan karena kematian suaminya.

2. Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:

a. Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla ad-dukhul, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari;
b. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih haidh ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak haidh ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari;
c. Apabila perkawinan putus karena perceraian sedangkan janda tersebut dalam keadaan h4mil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan;
d. Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam keadaan h4mil, maka waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

3. Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya qobla ad-dukhul.

4. Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya Putusan pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami.

5. Waktu tunggu bagi istri yang pernah haidh sedang pada waktu menjalani iddah tidak haidh karena menyusui, maka iddahnya tiga kali waktu haidh.

6. Dalam hal keadaan pada ayat (5) bukan karena menyusui, maka iddahnya selama satu tahun, akan tetapi bila dalam waktu satu tahun tersebut ia haidh kembali, maka iddahnya menjadi tiga kali suci.

Pasal 154

Apabila istri bertalak raj’i kemudian dalam waktu iddah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf b, ayat (5) dan ayat (6) pasal 153, ditinggal mati oleh suaminya, maka iddahnya berubah menjadi empat bulan sepuluh hari terhitung saat matinya bekas suaminya.

Pasal 155

Waktu iddah bagi janda yang putus perkawinannya karena khuluk, fasakh dan li’an berlaku iddah talak.

Dari pemaparan di atas, baik menurut fikih, undang-undang Perkawinan dan kompilasi Hukum Islam, kiranya sudah cukup jelas mengenai berapa lama wanita yang telah diceraikan oleh suaminya menunggu untuk bisa menikah lagi dengan laki-laki lain. Nikah dalam masa iddah hukumnya TIDAK SAH.

Semoga bermanfaat.

Baca juga:
⇛ Penyebab Perceraian dan Tips Mencegahnya
⇛ Mendambakan Keluarga Harmonis
⇛ Apa hukum Menikahi Wanita H4mil?

Posting Komentar untuk "Berapa Lama Masa Iddah Bagi Janda Jika Ingin Menikah Lagi?"