Beberapa Ketentuan tentang Talak

Tulisan ini merupakan respon atas beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan talak/ thalaq/ cerai. Baca: ⇛ Hukum Talak Tiga Sekaligus Menurut Ibnu Taimiyyah

Talak menurut pengertian bahasa adalah melepaskan ikatan dan membebaskan. Sedangkan menurut pengertian syara’, talak adalah merupakan sebutan untuk melepaskan ikatan pernikahan. Kata tersebut merupakan perkataan yang telah dikenal sejak masa jahiliyah dan terus dipakai pada masa Islam.

Dilihat dari keadaannya, talak dibagi dua, pertama Talak Sharih (jelas) dan kedua Talak Kinayah (sindiran). Talak sharih ialah suatu lafazh yang dengan lafazh itu talak menjadi jatuh dan tidak membutuhkan niat. Sedangkan lafazh kinayah adalah lafazh yang bergantung penuh pada niat, sehingga jika tanpa niat, maka talak tidak jatuh.

Contoh lafazh thalak sharih diantaranya : “Engkau tertalak”, “engkau ditalak”, “engkau dicerai atau engkau aku ceraikan”. Sedangkan contoh lafazh kinayah (sindiran) di antaranya : “engkau kosong”, “engkau bebas”, “engkau seorang diri”, “pulanglah kepada orang tua mu”, “engkau merdeka”, “keluarlah!", "Pergilah!", "Menjauhlah!” dan lain sebagainya.

thalak

Syarat bagi orang yang mentalak.

1. Baligh.

Seluruh ulama mazhab sepakat bahwa talak yang dijatuhkan oleh anak kecil adalah tidak sah, kecuali mazhab Hambali. Menurut mazhab Hambali, talak yang diucapkan oleh anak kecil yang sudah mengerti adalah sah.

2. Berakal Sehat.

Talak yang dijatuhkan oleh orang gila, baik gila permanen maupun gila pada waktu-waktu tertentu, jika diucapkan pada saat gilanya kambuh maka talaknya tidak sah. Begitu pula dengan talak yang diucapkan oleh orang yang dalam kondisi tidak sadar, seperti hilang kesadarannya akibat demam panas yang tinggi sehingga dia menjadi meracau.

3. Atas kehendak sendiri.

Talak yang diucapkan oleh orang yang dalam kondisi dipaksa, menurut kesepakatan para ‘ulama adalah tidak sah, kecuali Hanafi. Mazhab Hanafi menyatakan bahwa talak yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan terpaksa adalah SAH.

Beberapa pertanyaan yang umum dalam hal talak

1. Bagaimana hukum ketika talak dalam keadaan dipaksa?.

Jawab : Di atas telah disebutkan bahwa talak dalam keadaan terpaksa/ dipaksa adalah tidak sah. Ini merupakan pendapat imam Malik, Syafi’I, Ahmad bin Hanbal, Dawud, ‘Umar bin Khattab, Ibnu Umar, ‘Ali dan Ibn ‘Abbas.

Argumen yang dipakai adalah bahwa kehendak atau keinginan dan pilihan sendiri merupakan dasar taklif (pembebanan agama), sedangkan orang yang dipaksa berarti melakukan sesuatu bukan berdasarkan kehendak sendiri. Sehingga jika kehendak dan pilihan itu tidak ada, maka taklif juga tidak ada dan orang yang terpaksa tidak bertanggung jawab atas segala tindakannya.

Hal serupa adalah ketika seseorang dipaksa untuk mengucapkan kalimat kufur, maka dia tidak menjadi kufur.

Firman Allah dalam surah an-Nahl : 106

مَنْ كَفَرَ بِاللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ اِيْمَانِهٖٓ اِلَّا مَنْ اُكْرِهَ وَقَلْبُهٗ مُطْمَىِٕنٌّۢ بِالْاِيْمَانِ وَلٰكِنْ مَّنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّٰهِ ۗوَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ
“Siapa yang kufur kepada Allah setelah beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa (mengucapkan kalimat kekufuran), sedangkan hatinya tetap tenang dengan keimanannya (dia tidak berdosa). Akan tetapi, siapa yang berlapang dada untuk (menerima) kekufuran, niscaya kemurkaan Allah menimpanya dan bagi mereka ada azab yang besar”.

Juga hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah, ibnu hibban, Daruquthni, Hakim dan Thabrani :

رفع عن امتى الخطاء والنسيان وما الستكرهوا عليه
“Ummatku dibebaskan karena keliru, lupa dan mereka yang dipaksa”.

2. Apakah sah talak yang diucapkan dalam keadaan m4buk?

Jawab: Sepakat empat mazhab bahwa talak yang diucapkan oleh orang dalam kondisi mabuk, jika dia minum khomar (alk*h0l) atau segala hal yang mem4bukkan seperti Nark*b4 dan g*4nj4 dengan sengaja dan atas kemauan sendiri lalu mabuk dan mengucapkan talak, maka talaknya SAH.

Akan tetapi jika orang tersebut meminum atau memakan sesuatu yang mubah (seperti orang yang minum jamu) kamudian m4buk, atau dia dipaksa untuk m4buk, maka talaknya tidak SAH/ tidak jatuh.

3. Apakah Sah talak dalam kondisi marah?

Jawab: talak yang diucapkan dalam kondisi sedang marah dianggap SAH apabila terbukti bahwa orang tersebut memang bermaksud untuk menjatuhkan talak. Akan tetapi jika ucapan talaknya itu keluar tanpa dia sadari, maka hukumnya sama dengan talak yang dijatuhkan oleh orang gila (hilang akal).

Marah itu ada tiga macam, yaitu ;

a. Marah yang menghilangkan akal sehingga tidak sadar apa yang diucapkannya. Dalam keadaan seperti ini tidak tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’ bahwa thalanya “tidak SAH”.

b. Marah dalam kondisi sangat marah namun tidak sampai menghilangkan kesadaran, sehingga kemudian dia menyesal atas keterlanjuran atas kata-katanya itu, maka pendapat yang paling kuat argumennya menyebutkan bahwa talak dalam kondisi seperti itu “tidak sah”.

c. Marah yang pada dasarnya tidak mengakibatkan orang kehilangan kesadaran atas apa yang diucapkannya. Dalam keadaan begini, talaknya SAH.

Hilang akal/ kesadaran sehingga mengakibatkan seseorang tidak menyadari kata-katanya dianggap tidak jatuh talak didasarkan pada hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Hakim dari ‘Aisyah. Ra, bahwa Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Tidak ada talak dan tidak ada pemerdekaan budak bila tertutup akalnya”.

4. Apakah sah talak yang diucapkan main-main atau keliru?

Jawab: Jumhur ulama mazhab sepakat bahwa talak dengan main-main dianggap SAH sebagaimana nikah juga dianggap sah walaupun main-main.

Pendapat ini berdasarkan pada hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi dari Abu Hurairah. Ra, bahwa Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Tiga perkara yang kesungguhannya dipandang benar dan main-mainnya dipandang benar pula, yaitu : nikah, talak dan rujuk”.

Adapun talak karena keliru, yaitu orang yang mengucapkan kata-katanya dengan keliru sehingga terucapkan kata "talak", maka ahli fiqih mazhab Hanafi berpendapat bahwa pengadilan boleh memutuskan berdasarkan zahirnya kalimat, akan tetapi secara agama talaknya tidak berlaku dan istrinya tetap halal baginya.

Sama dalam hal ini, orang melayu Jambi biasa memakai kata tala' yang bermakna membiarkan, acuh, tidak mau peduli dan bukan “talak" dalam makna syara’ yang mengandung makna cerai.

Baca juga :
- ⇛ Hak dan Kewajiban Suami Istri untuk menggapai Keluarga Sakinah
- ⇛ Tips Memilih Pasangan (Calon Suami/ Istri)

Tanbih

Pada kalimat diatas, tertulis bahwa orang yang dalam kondisi terpaksa, talaknya tidak sah, maka perlu diketahui kondisi terpaksa yang bagaimana yang menimbulkan pengecualian hukum.

1. Orang yang memaksa itu memang benar-benar berkuasa dan sanggup melaksanakan apa yang diancamkannya kepada orang yang dipaksa;

2. Orang yang dipaksa tersebut memang dapat dikalahkan (dalam kondisi lemah), tidak sanggup melawan ataupun melarikan diri atau meminta pertolongan kepada orang lain;

3. Orang yang dipaksa benar-benar yakin bahwa apa yang diancamkan itu akan dilaksanakan oleh si-pemaksa;

4. Orang yang dipaksa benar-benar tidak memiliki pilihan lain, seperti melakukan kompromi dengan yang memaksa.

Demikian mengenai hal talak (cerai), harap dikritisi dengan membandingkan pendapat/ kitab-kitab lainnya.

Wallahu a’lam

Rujukan :
1. Kitab Kifayatul Akhyar
2. Fikih Sunnah (jilid 8)
3. Fikih Lima Mazhab

2 komentar untuk "Beberapa Ketentuan tentang Talak"

  1. Assalamu'alikum Pak Kholis Saya Mau Tanya.Bagai man seorang suami menyakiti Isstri nya (memukul muka nya sehingga gigi depan istri nya itu ssampai Rontok 4 Bila )Sekarang sudah tiga bulan lebih suami nya takut pulang kerumah nafkah pun tidak di isi sama sekali.Apakah ini sudah termasuk TALAK ?
    Mohon Jawaban nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Hasan yang dimuliakan Allah,, Talak itu sebenarnya lebih mengarah kepada ucapan dan kalau perbuatan lebih kepada ada atau tidaknya niat.
      Mengenai persoalan yang mas tanyakan, memang kebanyakan orang akan mengaitkannya dengan sighat taklik talak yang diucapkan ketika selesai akad nikah, yakni :
      Apabila saya :
      1...........
      2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 bulan lamanya
      3. Menyakiti badan/ jasmani istri saya
      4. Membiarkan/ tidak memperdulikan istri saya selama selama enam bulan atau lebih.

      nah, fokus persoalannya adalah ada pada kalimat berikutnya... "DAN KARENA PERBUATAN SAYA TERSEBUT ISTRI SAYA TIDAK RIDHA DAN MENGAJUKAN GUGATAN KEPADA PENGADILAN AGAMA, MAKA APABILA GUGATANNYA DITERIMA dst.....

      berarti selama istri tidak mengajukan gugatan ke pengadilan agama dan selama suami tidak mengucapkan kata-kata talak baik jelas maupun sindiran, maka talaknya tidak otomatis jatuh..

      Demikian mas, wallahu a'lam

      Hapus

Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan artikel di atas.