Apa Hukum Menikahi Wanita Hamil?

Pada artikel ini kita akan membahas mengenai hukum menikahi wanita h4mil.

Perkembangan teknologi informasi di zaman internet ini tidak dapat dipungkiri telah membawa perubahan perilaku baik bagi remaja maupun orang d*wasa.

Walaupun Kementerian Komunikasi dan Informasi telah berupaya untuk mencegah maraknya p*rn*grafi, namun tetap saja v*deo-video perusak moral tersebut bisa dinikmati oleh pec*ndunya.

Akibat dari semua itu adalah terjadinya kebebasan pergaulan yang berujung pada perbuatan zin4 atau kehamilan di luar nikah. Setelah adanya kehamilan pada si wanita, maka persoalan baru akan muncul.

Sebab, bagaimanapun masyarakat kita masih menjunjung tinggi budaya timur dan norma-norma agama dan adat. Sehingga, jika terjadi kehamilan tanpa didahului oleh pernikahan adalah suatu aib bagi keluarga.

Si wanita akan berfikir keras jika mendapati dirinya telat datang bulan. Mau bicara pada orang tua biasanya takut. Sehingga sebagian ada yang mengambil jalan pintas, yakni menggug*rkan kandungannya atau ab*rsi. Padahal, dengan melakukan ab*rsi, persoalan juga tidak selesai bahkan menimbulkan persoalan baru karena perbuatan ab*rsi itu sendiri mengandung resiko yang besar.

Selain ab*rsi, biasanya yang dilakukan adalah segera melangsungkan pernikahan. Baik yang menikahi itu si laki-laki yang menghamilinya maupun orang lain yang mungkin dijadikan “tumbal’ untuk menutup aib.

Di sinilah ulama memberikan penetapan hukum, apakah boleh wanita yang h4mil itu dinikahi oleh laki-laki yang bukan mengh*milinya. Sebab, jika yang menikahi itu adalah laki-laki yang mengh*milinya, maka tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kebolehannya.

- Imam Abu Hanifah berpendapat, boleh menikahi wanita hamil dari perbuatan zin4 bagi laki-laki yang bukan menghamilinya dengan syarat laki-laki tersebut tidak boleh mengg4uli wanita itu hingga wanita tersebut melahirkan. (An-Nawawi ; Majmu' Syarah al-Muhazzab)

Imam Abu Hanifah mendasarkan pendapatnya bahwa boleh menikahi wanita h4mil dari perbuatan zin4 bagi laki-laki yang bukan mengh4milinya dengan dalil sebagaimana yang dipakai oleh Imam Syafi’i, dan tidak boleh menggaulinya kecuali bila telah melahirkan sesuai dengan alasan/ dalil sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Malik dan Imam Ahmad.

- Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat, tidak boleh menikahi wanita h4mil dari perbuatan zin4 bagi laki-laki yang bukan mengh4milinya kecuali jika wanita tersebut telah melahirkan telah habis masa iddahnya. Imam Ahmad menambahkan lagi syarat kebolehan tersebut, yaitu wanita tersebut telah bertaubat.

Imam Malik dan Imam Ahmad mendasarkan pendapatnya itu pada :

1. Firman Allah pada surah an-Nur : 3

laki-laki yang berzin4 tidak mengawini melainkan perempuan yang berzin4, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzin4 tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzin4 atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin[*].

[*] Maksud ayat ini Ialah: tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzin4, demikian pula sebaliknya.

2.Hadits Riwayat Ruwaifi Ibn Tsabit :

"Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat untuk menyiramkan airnya kapada tanaman orang lain" (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi)

3. Hadits Abu Sa’id :

Sesungguhnya Nabi SAW bersabda : “Tidak boleh menggauli perempuan yang sedang hamil sampai melahirkan”. (HR. Abu Daud disahkan oleh al-Hakim)

- Imam Syafi’i berpendapat bahwa boleh menikahi wanita yang h4mil akibat perbuatan zin4 baik yang menikahi itu laki-laki yang mengh4amilinya ataupun bukan. (Abu Ishaq al-Syirazy : al-Huhazzab)

Imam Syafi’I mendasarkan pendapatnya ini pada :

1. Surah an-Nisa’ ayat 23 -24 tentang wanita yang haram dinikahi:

23). diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[*]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

24). dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki[**] (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian[***] (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

....................................................................................................
[*] Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.

[**] Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya.

[***] Ialah: selain dari macam-macam wanita yang tersebut dalam surat An Nisaa' ayat 23 dan 24.

Dari ayat di atas dapat difahami bahwa perempuan yang hamil dari perbuatan zina tidak termasuk kedalam golongan wanita yang haram dinikahi.

........................................................................................................

2. Surah an-Nur ayat 32 :

dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[*] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.

[*] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.

................................

3. Hadits dari Aisyah. Ra :p> Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “Yang haram tidak mengharamkan yang halal”. (HR. ath-Thabrani dan ad-Daruquthni)

Dari beberapa pendapat ulama dan dalil-dalilnya itu dapat kita simpulkan bahwa perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang hukum menikahi wanita h4mil adalah pada jika yang menikahi wanita itu adalah bukan laki-laki yang mengh4milinya, sedangkan pernikahan wanita hamil dengan laki-laki yang mengh4milinya sepakat ulama tentang kebolehannya. (Wahbah az-Zuhaily ; al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu).

Kesimpulan

Dari tiga pendapat tadi, tampaknya pendapat Imam Syafi’I yang lebih argumentatif dan dipandang lebih dekat kepada kemaslahatan. Kebolehan pernikahan bagi wanita hamil akibat zina akan lebih dapat mencegah perbuatan zina yang berkepanjangan. Tapi dengan syarat wanita h4mil itu masih gadis/ bukan berstatus sebagai istri seseorang.

Terakhir, akan saya kutip Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam Buku I Bab VIII ditetapkan sebagai berikut :

Pasal 1 : Seorang wanita h4mil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya;
Pasal 2 : Perkawinan dengan wanita h4mil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya;
Pasal 3 : Dengan dilangsungkannya perkawinanan pada saat wanita h4mil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandungnya lahir.

Demikian semoga bermanfaat.

Posting Komentar untuk "Apa Hukum Menikahi Wanita Hamil?"