Merenungi Peristiwa Hijrah Rasulullah Saw
Kisah Singkat Hijrah Nabi Muhammad Shalallaahu 'alaihi wa sallam
Sahabat yang dimuliakan Allah. Masih dalam suasana bulan Muharram 1436 H, kita mencoba untuk sedikit merenungi makna penting dan mengambil hikmah dari peristiwa hijrahnya Rasulullah Shalallaahu 'alaihi wa sallam dari kota Mekah ke kota Madinah (Yatsrib).Peristiwa Hijrahnya Rasulullah Shalallaahu 'alaihi wa sallam ini merupakan salah satu moment paling penting dalam sejarah perkembangan Islam baik di jazirah Arab maupun dunia pada umumnya. Dari peristiwa hijrah inilah Islam berkembang semakin pesat ke seluruh penjuru dunia.
Kita ulangi sejenak peristiwa bersejarah tersebut.
Sebelum sampai ke kota Madinah, Nabi Muhammad Shalallaahu 'alaihi wa sallam bersama Abu Bakar as-Siddiq bersembunyi di goa Tsur untuk menghindari pengejaran kaum kafir Quraisy. Adegan yang sangat tegang memecahkan genangan air mata Abu Bakar di dalam gua Tsur, di luar kota Makkah. Musuh-musuh yang pedangnya siap menebas Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam berdiri di hadapan Abu Bakar, hanya berbatas cahaya.
Abu Bakar mendampingi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam di dalam gua, sedang musuh-musuh yang siap "menerkam" berdiri di mulut gua. Isak tangis pun tak bisa ditahan, keluar dari mulut Abu Bakar yang mengkhawatirkan Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam akan ditangkap musuh dan dib*nuh. Nabi Shalallaahu alaihi wasalam membisiki Abu Bakar; “Laa tahzan innallaha ma'anaa”, janganlah engkau bersedih hati, karena sesungguhnya Allah beserta kita.
Musuh bebuyutan Nabi Muhammad Shalallaahu 'alaihi wasalam yang memimpin pengejaran dan akan memb*nuh Nabi pun berada di mulut gua Tsur, 5 kilometer dari kota Makkah.
Justru Umayyah Ibnu Khalaf, musuh bebuyutan Nabi itulah yang menganggap mustahil Muhammad yang sedang dicari-cari itu berada di dalam gua ini. Maka bubarlah para calon pemb*nuh yang ingin menggondol 100 unta sebagai hadiah apabila menemukan Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam ini.
Tiga malam lamanya Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam dan Abu Bakar As-Shiddiq berada di dalam gua. Sementara orang-orang kafir Makkah yang sejak semula memusuhi bahkan ingin memb*nuh Nabi itu meningkat jadi berlomba-lomba mencari hadiah 100 unta dalam rangka memb*nuh Nabi.
Tingkah polah kaum kafir Makkah yang haus darah dan serakah harta ini tidak mudah untuk diajak kompromi. Untuk itu, Abdullah bin Abu Bakar memainkan peran yang cukup penting.
Setiap malam Abdullah bin Abu Bakar menginap di dekat kaum Quraisy yang memusuhi Nabi di Makkah. Pada saat manusia lelap tidur menjelang fajar, Abdullah mendatangi Nabi, lantas pagi hari Abdullah sudah berada di kalangan kaum Quraisy Makkah.
Maka orang-orang Quraisy menduga, Abdullah tetap berada di Makkah bersama mereka. Padahal, semua gerak-gerik dan rencana Quraisy telah disadap dan disampaikan kepada Nabi Shalallaahu alaihi wasalam.
Untuk menghilangkan jejak-jejak kaki Abdullah yang berjalan di padang pasir antara Makkah dan gua Tsur itu, maka Amir bin Fuhairah menggiring kambingnya menyusuri bekas-bekas tapak kaki Abdullah, mendekati gua Tsur. Hilanglah jejak-jejak kaki di padang pasir itu. Sementara, Asma' binti Abu Bakar membawakan makanan untuk Nabi dan Abu Bakar yang berada di dalam gua.
Untuk melanjutkan perjalanan, keluar dari gua Tsur menuju Yatsrib (kini bernama Madinah), Abu Bakar sebelumnya telah berjanji dengan penunjuk jalan yang mahir, bernama Abdullah Bin Uraiqith.
Penunjuk jalan ini disewa, dan diharap menemui Abu Bakar di gua Tsur setelah tiga hari. Sekalipun Abdullah Bin Uraiqith ini masih belum Islam, namun ia tidak mau membocorkan perjanjian, dan tidak tergiur oleh sayembara hadiah 100 unta bagi yang mampu menemukan/memb*nuh Nabi.
Dalam perjalanan dari gua Tsur menyusuri pantai menuju ke Yatsrib berkendaraan unta, Nabi dan Abu Bakar yang dipandu oleh Abdullah Bin Uraiqith ini dikejar oleh Suraqah Bin Malik Al-Mudlaji dengan kuda.
Setiap hampir sampai di belakang Nabi Muhammad Shalallaahu 'alaihi wa sallam, kuda Suraqah terperosok kaki depannya ke dalam pasir. Sampai tiga kali, dan yang terakhir, dari lobang yang memerosokkan kaki kuda itu keluar debu yang amat banyak. Maka Suraqah minta perlindungan kepada Nabi dan Abu Bakar. Dan Suraqah yakin, Nabi dengan ajarannya itu akan menang.
Kehadiran Nabi Shalallaahu alaihi wasalam sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat di Yatsrib. Mereka dengan sangat gembira menjemput Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Namun Nabi tidak langsung ke Yatsrib, singgah dulu di Quba', mendirikan masjid. Hingga sekarang dikenal dengan Masjid Quba', dekat Madinah.
Peristiwa singgah di Quba, di tempat Bani Amr bin Auf inilah yang sampai kini dicatat sebagai peristiwa hijrah yang menurut penyelidikan Mahmud Basya, ahli falak, terjadi pada 2 Rabi'ul Awwal, bertepatan 20 September 622 Masehi.
Tanggal inilah yang kemudian dijadikan perhitungan tahun pertama Hijriyah. Hal itu ditetapkan dalam sidang pada masa pemerintahan Umar bin Khothob, 17 Hirjiyah/639 M atas usulan Ali bin Abi Tholib.
Sekalipun Hijrah itu sendiri terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal, namun tidak ada masalah dalam penanggalan Hilaliyah dimulai dengan Muharram. (lihat Nurul Yaqin, halaman 83 atau terjemahannya hal 108).
Baca Juga : Tahun Hijriyah dan Hikmah yang terkandung di dalamnyaHijrah Bukanlah Meninggalkan Medan
Peristiwa hijrah (pindahnya) Nabi Shalallaahu 'alaihi wasalam dari Makkah ke Yatsrib (Madinah) itu bukanlah suatu kejadian pemimpin lari meninggalkan medan. Karena, walaupun telah "sempurna" kekejaman kaum kafir Quraisy dalam memusuhi Nabi dan pengikutnya, tidaklah Nabi lari duluan. Umat Islamlah yang dipersilahkan duluan untuk meninggalkan Makkah.
Sedangkan di Makkah tinggallah Nabi, Abu Bakar (yang tadinya akan berangkat pula, lalu diminta untuk bersama Nabi), Shuhaib, Ali, Zaid bin Haritsah dan beberapa orang lemah yang belum siap berhijrah. Ali bertugas menggantikan tidur di tempat tidur Nabi Shalallaahu alaihi wasalam saat malam pengepungan oleh kaum Quraish. Sedang Abu Bakar diminta untuk menunggu Nabi di luar Makkah, yang kemudian bertemu untuk masuk ke gua Tsur.
Untuk membela agama yang akan ditumpas oleh kaum kafir Quraisy ini Abu Bakar membawa harta sebanyak 6.000 Dirham, mata uang perak. Beratnya, 6.000 x 3,12 gram = 18.720 gram. Nilainya sama dengan 2.808 gram emas, (nilai ini diperbandingkan dalam zakat).
Ukuran zakat harta adalah 200 Dirham (perak) atau 20 Dinar (emas). 20 Dinar emas = 20 mitsqol = 93,6 gram. Ini menurut Fiqh Islam, H. Sulaiman Rasyid, (192-193) 1. Bekal Abu Bakar 6.000 Dirham itu dicatat dalam buku "Muharram dan Hijrah", {Amir Taat Nasution, hal 32}.
Peran Abu Bakar Shiddiq dalam peristiwa Hirjah ini sungguh besar. Entah berapa dirham Abu Bakar menyewa tukang penunjuk jalan, Abdullah Bin Uraiqith yang belum memeluk agama Islam, sampai tidak tergiur memilih ikut sayembara hadiah 100 unta bila menemukan/membunuh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam.
Pengaruh Abu Bakar terhadap anak-anaknya, Abdullah dan Asma', hingga menjadi penyelidik khusus dan penjamin makan yang cukup menanggung risiko dalam perjalanan Makkah-Gua Tsur.
Usaha maksimal Abu Bakar yang penuh risiko, baik jiwa maupun harta itu, masih pula dilacak oleh kaum kafir Quraisy sampai di hadapan Abu Bakar, di mulut gua. Maka, menangisnya Abu Bakar, sebagai manusia, sangat bisa dimaklumi. Apalagi, yang didampingi adalah Nabi Shalallaahu'alaihi wasallam yang akan dib*nuh.
Tentu saja Abu Bakar amat khawatir, bagaimana nasib umat Islam yang telah berada di negeri orang, di Madinah (Yatsrib). Siapa pengayom jiwa mereka. Dan siapa lagi nanti yang akan membimbing menyiarkan ajaran Islam yang baru embrio ini.
Sewaktu dikejar oleh Suraqah di tengah perjalanan menuju Yastrib, Abu Bakarlah yang tahu persis bagaimana keganasan orang yang akan membunuh Nabi Shalallaahu 'alaihi wa sallam dan ingin meraih hadiah 100 unta sebagai pahlawan Quraisy. Abu Bakar senantiasa menengok ke belakang, sedang Nabi Shalallaahu 'alaihi wa sallam tetap tegar menghadapkan muka ke depan.
Peristiwa-peristiwa menegangkan yang langsung dialami oleh Abu Bakar dalam mendampingi Nabi Shalallaahu'alaihi wasallam ini lebih menebalkan keimanannya yang memang sudah kaliber amat tangguh. Hingga, harta benda seluruhnya disumbangkan untuk Islam, dibawa ke hadapan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pada peristiwa lain. Sampai Nabi Shalallaahu 'alaihi wasallam terheran-heran. Ditanya, apa yang masih ada padamu? Malah dijawab oleh Abu Bakar, bahwa Allah dan Rasul-Nyalah yang ada padanya.
Perjuangan tidak selesai, walau hijrah telah dilaksanakan. Penggalangan kekuatan umat yang terdiri dari kaum Muhajirin (yang datang dari Mekkah) dan Anshor (yang asli Madinah) ditata dengan penuh semangat persaudaraan oleh Nabi Shalallaahu 'alaihi wasallam.
Kaum Anshor rela mengorbankan harta untuk saudara-saudaranya, kaum Muhajirin. Hingga sebagian mereka merelakan sebagian isterinya dicerai agar dikawini saudaranya, kaum Muhajirin. Semua itu dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan kesadaran. Karena, semuanya menyadari, kaum kafir Makkah tentu tidak rela adanya peristiwa hijrah massal ini.
Ternyata pada tahun kedua Hijriyah, kaum kafir Quraisy telah menyiapkan 950 tentara, 100 kuda dan 700 unta untuk menyerbu umat Islam. Terjadilah p*rang Badr pada bulan Ramadhan, 2 Hijriah. Abu Lahab, dedengkot kafir Quraisy rela menyumbangkan 100 unta untuk perang menyerbu muslimin yang berjumlah 313 orang dengan 2 kuda dan 70 unta.
P*rang yang langsung dipimpin Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ini dimenangkan oleh kaum muslimin, suatu prestasi yang sangat di luar dugaan. Hingga, seketika Abu Lahab, dedengkot kafir Quraisy mendengar kabar kekalahan itu, ia langsung tersungkur dan pingsan. Sekitar satu minggu lamanya Abu Lahab mengalami demam sampai akhirnya mati mengenaskan. Ia kecewa berat karena 100 unta yang disumbangkan untuk memusuhi muslimin telah sia-sia.
Pengaruh hijrah dan kemenangan perang Badr ini satu segi lebih memantapkan muslimin Muhajirin dan Anshor, namun satu segi menjadikan tokoh Madinah yang akan tergusur pengaruhnya serta kaum Yahudi, menyikapi dengan tingkah lain. Memilih nifak atau mengadakan makar.
Abdullah bin Ubay bin Salul lebih memilih nifak, sedang kaum Yahudi merencanakan makarnya untuk membunuh Nabi Shalallaahu 'alaihi wasalam. Dengan demikian, peristiwa hijriyah ini disusul dengan permasalahan yang cukup kompleks. Bukan sekadar penggusuran secara fisik seperti di Makkah, namun lebih beragam lagi' permusuhan licik, musuh dalam selimut, dan persekongkolan jahat yang tak henti-hentinya.
Kemunafikan dan persekongkolan yang menghadang di hadapan umat Islam bukan membuat padamnya Islam, namun justru menambah wawasan dan kecermatan umat dalam menempuh gelombang hidup.
Umat tidak berfirqoh-firqoh (pecah belah dan berkelompok), tidak menonjolkan identitas keaslian daerahnya (Makkah/Muhajirin, Madinah/Anshor). Semuanya dalam persaudaraan, se-ia sekata. Tabiat pedagang dari Makkah yang keras bisa bersatu menjadi bersaudara dengan tabiat petani Madinah yang lunak dan sopan.
Perpaduan yang saling tenggang rasa, tolong menolong, tanpa mengungkit jasa, tanpa mengeruk keuntungan pribadi dengan dalih demi kelancaran pembinaan masyarakat, itu semua mewujudkan umat yang terbaik. Khoiro Ummah, sebaik-baik umat.
Jegal-menjegal tidak mereka kenal. Hingga, orang munafiq seperti Abdullah bin Ubay bin Salul yang ingin senantiasa menjegal Nabi Shalallaahu 'alaihi wasallam serta pengikutnya, justru ia sendiri sangat rapi dalam menyimpan kemunafikannya. Sangat menampakkan keislamannya, setiap shalat pun di belakang Nabi Shalallaahu 'alaihi wasallam.
Peristiwa Hijrah yang membuahkan masyarakat berkadar khoiro ummah ini mengakibatkan tidak berdayanya kaum kafir, dan tidak berkutiknya orang munafik. Mafhum mukholafah atau analogi logisnya, di saat umat kondisinya bobrok, orang munafik pun tidak mendapatkan hasil apa-apa. Karena, di saat masyarakat bobrok kondisinya, tentu saja kebobrokan itu akibat dari banyaknya orang munafik.
Banyaknya jumlah munafik kini mengakibatkan perbenturan kepentingannya, otomatis akan sia-sia. Ibarat pucuk cemara yang meliuk-liuk mengiikuti hembusan angin, di saat angin sudah berbalik arah, pucuk daun itu belum sempat berbalik, kemudian bertabrakan sesamanya.
Hijrah membuahkan masyarakat muslim terbaik, dan kemunafikan tidak berkutik. Sebaliknya, bila muslimin terbaik itu jumlahnya sangat minim, maka kemunafikan pun tidak membuahkan hasil. Naluri manusia cenderung membela kebenaran, yang dalam istilah agama disebut fitrah. Maka Islam disebut pula agama fitrah, yaitu agama yang memang sesuai dengan naluri manusia itu sendiri.
Maka tak mengherankan, apabila para musuh bebuyutan, kaum kafir Makkah yang mengejar-ngejar Nabi Shalallaahu 'alaihi wa sallam hingga Nabi berhijrah itu, 8 tahun kemudian mereka semua masuk Islam dengan sukarela. Sedangkan Nabi Shalallaahu 'alaihi wa sallam, sama sekali tidak dendam kepada mereka.
Lalu Nabi Shalallaahu 'alaihi wa sallam, menegaskan, tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah (terbukanya Makkah, yaitu penduduk Makkah masuk Islam semua secara serentak, tahun 8 Hijriyah). Tokoh-tokoh tua, seperti Abu Sufyan yang tadinya sangat memusuhi Nabi Shalallaahu 'alaihi wasalam pun masuk Islam. Tidak ada penolakan atau kata terlambat yang diucapkan oleh Nabi Shalallaahu 'alaihi wasalam, sekalipun kesadaran mereka baru datang di masa tua.
Semoga bermanfaat.
Baca juga : Tanda Kiamat; Tanah Arab Kembali Menghijau
Khutbah Jum'at: Renungan di Bulan Muharrom
Posting Komentar untuk "Merenungi Peristiwa Hijrah Rasulullah Saw"
Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan artikel di atas.