Hukum Talak Tiga Sekaligus Menurut Empat Mazhab, Undang undang Perkawinan dan KHI

Talak Tiga Sekaligus Dalam Pandangan Ulama (Mazhab) dan Undang-undang Perkawinan

A. Pendapat Para Ulama Tentang Talak Tiga Sekaligus

Setelah sebelumnya saya membuat artikel dengan judul Hukum Talak Tiga Sekaligus Menurut Ibnu Taimiyah (baca ⇛ DI SINI), maka artikel kali ini akan membahas bagaimana pandangan para Ulama mazhab, Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengenai hukum talak tiga sekaligus.

Di dalam al-Qur’an Swt surah al-Baqarah ayat 229 dan 230 Allah Swt berfirman:

ٱلطَّلَٰقُ مَرَّتَانِۖ فَإِمۡسَاكُۢ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ تَسۡرِيحُۢ بِإِحۡسَٰنٖۗ ….
(229). Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik…….
فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعۡدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوۡجًا غَيۡرَهُۥۗ فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّآ أَن يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِۗ وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ
(230). Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.

Di kalangan masyarakat, baik yang terpelajar maupun yang awam, pertanyaan-pertanyaan seputar apakah sah talak tiga sekaligus itu terus dipertanyakan.

Terlebih lagi bagi mereka yang sudah menjatuhkan talak tiga sekaligus di rumah (luar Pengadilan Agama) kemudian mereka mengajukan permohonan ataupun gugatan cerai di Pengadilan Agama, Pengadilan Agama memutuskan bahwa mereka telah cerai dengan talak satu. Tentu saja ini membuat mereka menjadi bingung.

Suami istri yang sudah bercerai itu menjadi ragu, apakah mereka masih boleh rujuk karena baru terhitung talak satu, ataukah tidak boleh rujuk kembali karena mereka meyakini bahwa sudah terjadi talak tiga sebelum mereka mengajukan permohonan/ gugatan ke Pengadilan Agama.

Mengapa bisa terjadi hal tersebut? Jawabannya adalah karena di tengah-tengah masyarakat masih tersebar semacam pemisahan talak, yaitu “talak secara agama” dan “talak secara hukum negara”.

Talak secara agama yang dimaksud di atas adalah bahwa masyarakat berpegang kepada pendapat dalam kitab fikih bahwa ketika suami mengucapkan kata-kata cerai atau talak, baik lisan ataupun tulisan yang ditujukan kepada istrinya maka itu sudah terhitung jatuh talak.

Sedangkan yang dimaksud talak secara Hukum Negara itu difahami oleh masyarakat yaitu talak yang melalui proses peradilan di Pengadilan Agama serta mendapatkan Akta Cerai.

akta cerai pengadilan agama
Pada artikel Hukum Talak Tiga Sekaligus Menurut Ibnu Taimiyah sudah saya sampaikan secara sekilas perbedaan di kalangan ulama mengenai hukum talak tiga sekaligus. Setidaknya dalam masalah ini terbagi empat.

Pendapat pertama mengatakan jatuh talak tiga, pendapat kedua mengatakan jatuh satu, pendapat ketiga mengatakan tidak jatuh sama sekali dan pendapat keempat mengatakan jika istri sudah dicampuri maka jatuh tiga dan jika belum maka jatuh satu.

Kebanyakan para shahabat, para tabi’in, dan empat imam mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal) dan Ibnu Hazm berpendapat bahwa talak tiga sekaligus dengan satu kalimat adalah “Jatuh Tiga”.

Syi’ah Zaidiyyah, Imam Ibnu Taimiyah dan muridnya Imam Ibnul Qoyyim, mazhab Zahiri (selain Ibnu Hazm) berpendapat hanya jatuh satu.

Syi’ah Imamiyah, sebagian tabi’in seperti Ibnu Aliyah dan Hisyam bin Hakam, Abu Ubadah dan sebagian ahlu Zhahir berpendapat bahwa talak tiga sekaligus tidak jatuh satu talakpun.

Pendapat ke empat di atas (mengatakan jika istri sudah dicampuri maka jatuh tiga dan jika belum maka jatuh satu) adalah pendapat sebagian murid Ibnu Abbas, Ishak Ibnu Rawaih termasuk juga Hasan al-Basri.

Empat pendapat itu tentunya mempunyai dalil masing-masing dan dengan penafsiran masing-masing pula. Tidak saya sampaikan pada artikel ini karena terlalu panjang. Silahkan Baca ⇛ DI SINI dalilnya

B. Talak Menurut Undang-undang Perkawinan, KHI dan Fatwa MUI

a. Di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan bahwa perceraian itu harus melalui proses persidangan di Pengadilan.

Pasal 39 Undang-undang Perkawinan

(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup sebagai suami istri.

(3) Tatacara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.

Pasal 18 Peraturan pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan:

“Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan”.

b. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan:

Pasal 120

“Talak Ba’in Kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da dukhul dan habis masa iddahnya”.

Pasal 120 KHI di atas dapat difahami bahwa yang dimaksud dengan talak tiga itu adalah talak yang terjadi setelah menjatuhkan talak 1 dan talak ke 2. Artinya tidak sekaligus langsung dijatuhkan 3 talak.

c. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam rapatnya tanggal 27 Dzulhijjah 1402 H, bertepatan dengan tanggal 24 Oktober 1981 M, juga telah mengeluarkan Fatwa tentang Talak Tiga Sekaligus.

Berikut kutipan fatwa tersebut:

Membaca:

Permintaan tertulis dari Direktorat Urusan Agama Islam, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor: D.II/02/4468/1981 tanggal 22 September 1981 tentang masalah talak Tiga Sekaligus.

Menimbang:

1. Pendapat Jumhur Shabat dan Tabi’in serta Imam Mazhab al-Arba’ah bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga. Ibnu Hazm dari Mazhab Zahiri juga berpendapat demikian.

2. Pendapat Tawus, Mazhab Imamiyah, Ibnu Taimiyah dan Ahlu az-Zahir, talak tiga sekaligus jatuh satu.

3. Dilihat dari segi dalil, pendapat yang pertama lebih kuat.

4. Di Indonesia sudah berlaku Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, di mana putus perkawinan dengan talak dan taata cara talak bagi yang beragama Islam sudah diatur pada pasal 10 Jo 39 Undang-undang tersebut dan Pasal 14 s.d 18 PP Nomor 9 Tahun 1975.

Membaca:

Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dan PP Nomor 9 Tahun 1975, jika dilaksanakan dengan baik tidak akan terjadi lagi talak tiga sekaligus di Indonesia.

MEMUTUSKAN:
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Komis Fatwa Majelis Ulama Indonesia berpendapat:

1. Harus diusahakan dengan sungguh-sungguh supaya kasus talak tiga sekaligus jangan sampai terjadi lagi.

2. Untuk mencapat maksud tersebut di atas ialah dengan melaksanakan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan PP Nomor 9 tahun 1975.

3. Peranan Pengadilan Agama sangat menentukan bagi tercapainya maksud itu.

4. Kecuali itu, penyuluhan Undang-undang Perkawinan dan Peraturan pelaksanaannya bagi masyarakat harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh.

Jakarta, 27 Dzulhijjah 1402 H
24 Oktober 1981 M
Komis Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Ketua             Sekretaris

Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML               H. Musytari Yusuf, LA

Secara umum, masyarakat sudah mengetahui bahwa jika telah terjadi talak tiga, maka mantan suami tidak boleh kembali kepada mantan istrinya sebelum mantan istrinya itu menikah terlebih dahulu dengan laki-laki lain.

Keharusan mantan istri menikah terlebih dahulu dengan laki-laki lain ini terkadang disiasati oleh mantan suami. Sebab, kebanyakan setelah suami mengucapkan talak tiga sekaligus, muncul rasa menyesal di hatinya. Ingin kembali lagi kepda istrinya tersebut sudah tidak bisa karena ia meyakini telah menjatuhkan talak tiga.

Untuk menyiasati itu agar mantan suami bisa kembali kepada istrinya, maka ia akan meminta orang lain, entah itu temannya atau orang yang memang biasa seperti itu, untuk menikah dengan mantan istrinya.

Pernikahan itu tentu saja penuh dengan rekayasa. Bahkan ada juga yang berbayar karena memang ada yang menjadikan perbuatan tersebut sebagai sumber penghasilan.

Sebelum dilakukan pernikahan, biasanya ada perjanjian antara mantan suami dengan orang yang diminta untuk menjadi suami mantan istrinya. Yaitu setelah akad nikah, maka jangan digauli dan segera diceraikan.

Perbuatan seperti ini disebut dengan nikah muhallil yang dilaknat oleh Rasulullah. Nama lainnya adalah nikah cina buta ataupun cinta buta. Syekh Prof. Dr. Mahmud Syalthut (Rektor al-Azhar) dan Ali as-Sayis sebagaimana dalam bukunya Fikih Tujuh Mazhab, sepertinya cenderung kepada pendapat yang mengatakan bahwa talak tiga sekaligus itu jatuh satu.

Sebab, menurut beliau, jika talak tiga sekaligus itu hukumnya jatuh tiga, maka akan membawa kepada perbuatan mungkar, yaitu nikah muhallil atau kawin akal-akalan. Juga akan membawa kepada mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah, menyebabkan rusaknya rumah tangga dan terlantarnya anak-anak.

Sedangkan jika hukum talak tiga sekaligus itu jatuh satu talak, maka tidak membawa dampak yang besar. Suami istri masih boleh rujuk jika masih dalam iddah atau akad baru jika iddahnya sudah habis tanpa mengharuskan si istri menikah dulu dengan laki-laki lain.

Ini juga berarti bahwa pendapat yang mengatakan talak tiga sekaligus itu hanya jatuh satu jauh lebih sedikit mafsadah-nya daripada yang mengatakan jatuh tiga.

Kaidah yang berlaku dalam hal ini menurut ulama dan juga menurut yang dikehendaki syari’at yaitu mengambil yang paling sedikit mudharatnya dan paling sedikit kerusakannya.

Setelah memperhatikan pendapat para Ulama Mazhab, Undang-undang Perkawinan dan KHI serta pendapat Syekh Mahmud Syalthut di atas, maka penulis mengambil kesimpulan sebagaimana pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia yaitu agar seluruh proses perceraian itu harus melalui Pengadilan Agama untuk menghindari kerusakan yang lebih besar.

Selain itu, kebanyakan talak atau perceraian secara liar/ tanpa melalui Pengadilan Agama itu terkadang tidak diketahui oleh banyak orang sehingga menimbulkan fitnah di kemudian hari.

Contoh, si A menikah lagi dengan laki-laki C, padahal masyarakat mengetahui bahwa si A ini adalah istri dari si B. Masyarakat tidak mendapatkan informasi bahwa antara si A dengan si B sudah bercerai.

Juga sendainya akan menikah lagi dengan orang lain setelah perceraian sedangkan baik mantan suami maupun mantan istri tidak memiliki akta cerai, maka mereka tidak akan bisa menikah melalui lembaga resmi yaitu KUA. Sehingga pada akhirnya permasalahan-permasalahan dan mafsadat-mafsadat itu tidak akan pernah selesai.

Baca juga Artikel ➔ Ketentuan-ketentuan tentang Talak

Referensi:
⇛ Syalthut. Mahmud; As-Sayis. Ali; Muqaaranatul Mazaahib Fil Fiqhi; Penerj: KH. Abdullah Zaky al-Kaf, Bandung: Pustaka Setia, 2007

Posting Komentar untuk "Hukum Talak Tiga Sekaligus Menurut Empat Mazhab, Undang undang Perkawinan dan KHI"