Khutbah Jum'at : renungan di bulan dzulhijjah

Hikmah Pelaksanaan Ibadah Kurban

Mukaddimah Khutbah silahkan ditambahkan sendiri
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah.

Syukur alhamdulillah kita masih dapat berjumpa dengan hari ini dan dapat pula melaksanakan sholat jum'at berjama'ah, oleh karena itu, mari kita tingkatkan terus nilai/ kwalitas iman dan taqwa kita kepada Allah swt.

Pada hari ini, kita telah memasuki bulan Zulhijjah, itu berarti tidak berapa lama lagi kita akan bertemu dengan hari raya ‘Idul Adha/ hari raya qurban dan juga akan melaksanakan sholat ‘Idul Adha. Saat ini, jama’ah haji kita sedang melaksanakan rangkaian manasik haji, untuk itu kita do’akan semoga saudara-saudara kita itu mendapatkan prediket haji mabrur.

Hadirin yang berbahagia.

Rangkaian manasik haji itu merupakan napak tilas perjalanan Nabi Ibrahim 'alaihis salam dan keluarganya, seperti Sa’i, adalah gambaran perjalanan Siti Hajar dalam mencari Air demi kelangsungan hidup buah hatinya, Ismail 'alaihis salam.

Kemudian melontar Jumroh, adalah gambaran permusuhan abadi antara manusia dengan Iblis ‘alaihi laknat, di mana Iblis berusaha menggoda Siti Hajar, Nabi Isma’il dan Nabi Ibrahim agar supaya penyembelihan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim terhadap putranya Isma’il sebagai wujud dari ketaatan kepada Allah gagal dilaksanakan.

Hadirin yang berbahagia

Pelajaran yang dapat kita ambil dari ‘Idul Adha adalah bagaimana kesabaran Nabi Ibrahim dan keikhlasannya dalam berkorban. Dalam sejarah dapat kita ketahui bahwa Nabi Ibrahim pernah menyembelih korban sebanyak seratus ekor onta dan dagingnya dibagi-bagikan kepada penduduk di sekitarnya, demi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sudah demikian hebatnya ibadah Nabi Ibrahim ini, namun Allah masih ingin mengujinya, sampai seberapa hebatkah Nabi Ibrahim ini dalam menghadapi ujian dari Allah. Ternyata ujian kali ini pun ia lulus dengan ujian yang begitu berat, yaitu menyembelih putra tercinta dan semata wayang pula.

Mari kita simak Surah as Shoffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Mari kita renungi, untuk kita yang diberikan oleh Allah kelebihan rezeki, adakah kita berkorban tahun ini. Adakah kita mau mengorbankan sebagian rezeki yang kita dapatkan dengan bersedekah atau menginfakkannya di jalan Allah, ataukah kita masih menggerutu jika ada datang petugas memungut iuran untuk pembangunan masjid, misalnya? jawabannya ada pada diri kita sendiri.

Jika kita belum sepenuhnya ikhlas membelanjakan harta di jalan Allah, belum tergerak hati untuk membantu fakir muskin, belum tergerak untuk infak ke masjid, maka apalah artinya kita tiap tahun mengikuti ‘idul adha, dan tiap tahun mendengarkan khutbah tentang pengorbanan Nabi Ibrahim 'alaihis salam.

Hadirin yang berbahagia

Mengenai Hukum berkurban bagi yang mampu, terdapat dua pendapat ulama’, Imam Hanafi berpendapat bahwa hukumnya wajib, sedangkan jumhur ulama’ selain Imam Hanafi mengatakan bahwa hukum berkurban itu adalah Sunnah Muakkadah, dan pendapat inilah yang paling kuat.

Namun alangkah baiknya bagi orang yang mampu, hendaknya ia melaksanakan ibadah kurban, sebagai wujud dari rasa syukur kita kepada Allah atas rizki yang Allah karuniakan kepada kita dan sebagai sarana dalam mendekatkan diri kepada Allah swt, dan sejalan pula dengan hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم sebagaimana yang terdapat dalam kitab Fathul Bari karangan al Imam Ibnu Hajar al Atsqolani dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah, beliau berkata :

“Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda : “Barangsiapa yang memiliki kemampuan (keluasan rizki) dan tidak menyembelih maka jangan dekati tampat shalat kami” (HR. Muslim dan haditsnya shohih)

Hadirin yang berbahagia

Selanjutnya, berkaitan dengan ibadah qurban, hikmah hari raya kurban atau idul adha ini adalah bagaimana kita menyikapi setiap ujian yang datang dari Allah SWT.

Setiap kita pasti pernah mengalami ujian dalam hidup ini. Hanya saja kadar dan bentuknya yang berbeda. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, maka makin hebat pula ujian yang dihadapinya. Para Nabi adalah orang-orang yang paling hebat ujiannya, dan mereka bersabar dalam menghadapi ujian tersebut, sehingga Allah Swt menaikkan derajat mereka.

Mari kita simak firman Allah SWT dalam QS. Al-Ankabut: 2-3

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ
2. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? 3. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

Hadirin yang berbahagia

Ada beberapa hal yang berkaitan dengan cobaan ataupun ujian Allah SWT.

Pertama, Allah SWT menjadikan cobaan sebagai sunnah-Nya untuk mengetahui siapa yang jujur dan siapa yang dusta, siapa yang mukmin dan siapa yang munafik.

Andaikata semua ujian itu enak dan mudah, niscaya semua orang akan mengakui bahwa dirinya jujur dan benar. Akan tetapi Allah menampakkan siapa orang-orang yang betul-betul jujur dan siapa yang hanya sebatas ucapan.

Kedua, dengan adanya ujian ataupun cobaan, Allah SWT membersihkan barisan Islam.

Siapa yang suka mencela Islam, memusuhi orang-orang sholeh, alim ulama’ dan siapa yang benar-benar memperjuangkan Islam serta mencintai orang-orang sholeh dan Ulama’ yang memperjuangkan Islam.

Ketiga, dengan ujian itu Allah hendak membersihkan dosa-dosa dan kesalahan kita.

Maka dari itu, mari kita senantiasa memohon kepada Allah agar termasuk orang-orang yang apabila berbuat dosa diberi kekuatan dan kesempatan untuk bertaubat dan diterima taubat kita, apabila diberi nikmat, kita mohon agar menjadi orang yang bersyukur, apabila diberi cobaan, kita menjadi orang yang bersabar.

Keempat, dengan adanya cobaan itu, akan semakin menyadarkan kita bahwa betapa kerdilnya diri ini, dan betapa Maha Besarnya Allah SWT, sehingga dalam menjalani hidup ini, kita hanya bergantung dan pasrah kepada Allah semata.

Kelima, dengan adanya cobaan, hendaknya kita segera bangkit untuk memulai hidup yang baru dari bawah.

Jangan terus menerus larut dalam kekecewaan. Jadikan kegagalan itu sebagai cambuk penyemangat dan pelajaran untuk sesuatu yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Jika kita menderita karena menegakkan agama Allah, maka bersabarlah. Yakinlah bahwa Allah pasti akan menolong orang yang menolong agama-Nya. Teruskan amar ma'ruf dan nahi munkar. Apapun hasilnya, kita serahkan sepenuhnya kepada Allah semata.

Keenam, cobaan dan ujian membenarkan kalimat tauhid, karena kalimat tauhid tidak bisa muncul secara sepontan dan kuat dari seseorang kecuali pada saat ia ditimpa cobaan.

Pada saat seperti itu kalimat tauhid akan muncul secara jujur dari hatinya. Allah tidak akan marah walaupun nama-Nya disebut hanya pada saat kita kaget ataupun pada saat genting yang tidak ada lagi yang bisa diharapkan pertolongannya.

Akhirnya, semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk selalu taat dalam menjalankan perintahnya, menjauhi larangannya, bersyukur jika mendapat nikmat dan bersabar jika mendapat musibah. Amin yarobbal ‘alamin.

با رك الله لى ولكم فى القران العظيم, ونفعنى وايا كم بما فيه من الايا ة والذ كرالحكيم, اقول قولى هذا زاستغفروه انه هوالغفور الرحيم

Baca juga: Khutbah Jum'at; Renungan di Bulan Muharram

Posting Komentar untuk "Khutbah Jum'at : renungan di bulan dzulhijjah"