Hukum Mengkonsumsi Kopi Luwak Berdasarkan Fatwa MUI

Saudara pembaca penggemar kopi? Ada satu jenis kopi yang memiliki harga cukup mahal serta memiliki cita rasa yang khas, yakni kopi luwak.

Kopi luwak berasal dari biji kopi yang dimakan oleh luwak (musang) dan kemudian dikeluarkan kembali bersama (maaf) kotorannya. Biji kopi tersebut kemudian diolah menjadi bubuk kopi yang nikmat untuk dikonsumsi, sehingga dikenal dengan nama Kopi Luwak.

Kalau biji kopi ini dimakan oleh musang lalu keluar bersama kotoran musang, apakah kopi tersebut halal untuk dikonsumsi, diproduksi atau dijual?

fatwa
Logo MUI

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) berikut jawabannya…

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 07 Tahun 2010
Tentang
KOPI LUWAK

MENGINGAT :

1. Firman Allah :

a. “dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. (al-Maidah : 88).

b. “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”. (al-Baqarah : 172).

c. “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (al-Baqarah : 168).

d. “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu …………….”. (al-Baqarah : 29).

e. “Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (al-An’am : 145).

2. Hadits Rasulullah SAW; antara lain :

a. “Yang halal adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang diharamkan oleh Allah dalam kitab-Nya, sesang yang tidak dijelaskan-Nya adalah yang dimaafkan” (HR. at-Tirmidzi dan Ibn Majah).

b. “Apa-apa yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya (al-Qur’an) adalah halal, apa-apa yang diharamkan-Nya, hukumnya haram, dan apa-apa yang Allah diamkan/ tidak dijelaskan hukumnya, dimaafkan. Untuk itu, terimalah pamaafan-Nya, sebab Allah tidak pernah lupa tentang sesuatu apa pun” (HR. al-Hakim).

c. “Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, janganlah kamu abaikan, telah menetapkan beberapa batasan, janganlah kamu langgar, telah mengharamkan beberapa hal janganlah kamu rusak, dan tidak menjelaskan berepa hal sebagai kasih sayang kepada mu, bukan karena lupa, maka janganlah kamu tanya-tanya hukumnya” (HR. Daruquthni dishohihkan oleh Imam Nawawi).

3. Qaidah Fiqhiyyah :

a. “Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan hukum asal sesuatu yang berbahaya adalah haram”.

b. “Hukum asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil muktabar yang mengharamkannya”.

c. “Hukum asal mengenai sesuatu adalah tetapnya hukum sesuatu sebagaimana sedia kala”.

MEMPERHATIKAN :

1. Pendapat dalam kitab al-Majmu’ Juz 2 halaman 573, yang menerangkan : “Jika ada hewan memakan biji tumbuhan kemudian dapat dikeluarkan dari perut, jika kekerasannya tetap dalam kondisi semula, dengan sekira jika ditanam dapat tumbuh maka tetap suci akan tetapi harus disucikan bagian luarnya karena terkena najis ……….”

2. Pendapat dalam kitab Nihayatul Muhtaj Juz II halaman 284 : “Ya jika biji tersebut kembali dalam kondisi semula sekira ditanam dapat tumbuh maka statusnya adalah mutanajjis, bukan najis. Bisa difahami, pendapat yang kenajisannya kemungkinan jika tidak dalam kondisi kuat. Sementara, pendapat yang menegaskan sebagai mutanajjis kemungkinan karena kondisi tetap, sebagaimana barang yang terkena kotoran lain. Analog dengan biji-bijian adalah pada masalah telur, jika keluar dalam kondisi utuh setelah ditelan dengan sekira ada kekuatan untuk dapat menetas, maka hukumnya adalah mutanajjis, bukan najis".

3. Pendapat dalam kitab Hasyiyah I’anatuth Thalibin Syarh Fathul Mu’in Juz I halaman 82, yang isinya hampir sama dengan dua pendapat di atas.

4. Hasil rapat Kelompok Kerja Komisi Fatwa MUI Bidang Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika beserta Tim LPPOM MUI pada 2 Juni 2010.

5. Makalah Dr. KH. Munif Suratmaputra dan penjelasan dari Tim LPPOM MUI yang disajikan pada Rapat  Komisi Fatwa tanggal 16 Juni 2016.

6. Penjelasan dari LPPOM MUI atas pertanyaan dari Kimis Fatwa mengenai kemungkinan tumbuhnya biji kopi yang telah dimakan luwak pada Rapat Komisi Fatwa MUI tanggal 14 Juli 2010, yang pada intinya menyatakan secara umum biji kopi yang keluar dari kotoran luwak tidak berubah serta dapat tumbuh jika ditanam.

7. Pendapat peserta rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, mulai tanggal 2 Juni 2010 hingga terakhir pada tanggal 20 Juli 2010.

MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN : FATWA TENTANG KOPI LUWAK

Pertama : Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan : Kopi Luwak adalah kopi yang berasal dari biji buah kopi yang dimakan oleh luwak/ musang (paradozorus hermaproditus) kemudian keluar bersama kotorannya dengan syarat :

1. Biji kopi masih utuh terbungkus kulit tanduk.
2. Dapat tumbuh jika ditanam kembali.

Kedua : Ketentuan Hukum

1. Kopi Luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah mutanajjis (barang terkena najis), bukan najis.

2. Kopi Luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah halal setelah disucikan.

3. Mengkonsumsi Kopi Luwak sebagaimana yang dimaksud angka 2 hukumnya boleh.

4. Memproduksi dan memperjualbelikan Kopi Luwak hukumnya boleh.

Ketiga : Ketentuan Penutup

1. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat  kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan Fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 8 Sya’ban 1430 H
                      20 Juli 2010 M

MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua                              Sekretaris

Dr. H. M. Anwar Ibrahim                 Dr. H. Hasanudin, M.Ag

Baca Juga:
- ⇛ Fatwa MUI tentang Kepiting
-⇛ Fatwa MUI tentang GAFATAR

Posting Komentar untuk "Hukum Mengkonsumsi Kopi Luwak Berdasarkan Fatwa MUI"