Khutbah Jum'at : Keluarga Islam
Pola Pendidikan Anak dalam Islam
Hadirin Jama’ah Jum’at yang berbahagia.
Hendaknya kita berusaha untuk senantiasa menjadi orang bersyukur kepada Allah Swt, atas segala nikmat yang telah Allah karuniakan kepada kita semua. Rasa syukur tersebut kita wujudkan dalam perbuatan yaitu dengan jalan meningkatkan kwalitas keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt.
Sebagai landasan khutbah kita hari ini adalah firman Allah dalam al-Qur’an surah at-Tahrim ayat 6 :
Hadirin yang berbahagia.
Di dalam lingkungan keluarga, orang tua berkewajiban untuk menjaga, mendidik, memelihara, serta membimbing dan mengarahkan dengan sungguh-sungguh dari tingkah laku atau kepribadian anak sesuai dengan syari’at Islam yang berdasarkan atas tuntunan atau aturan yang telah ditentukan di dalam Al-Qur’an dan hadits. Tugas ini merupakan tanggung jawab masing-masing orang tua yang harus dilaksanakan.
Pentingnya pendidikan Islam bagi tiap-tiap orang tua terhadap anak-anaknya didasarkan pada sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi (HR. Bukhari).
Hal tersebut juga didukung oleh teori psikologi perkembangan yang berpendapat bahwa masing-masing anak dilahirkan dalam keadaan seperti kertas putih. Teori ini dikenal dengan teori “tabula rasa”, yang mana teori ini berpendapat bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih. Ia akan menerima pengaruh dari luar lewat indera yang dimilikinya. Pengaruh yang dimaksudkan tersebut berhubungan dengan proses perkembangan intelektual, perhatian, konsentrasi, kewaspadaan, pertumbuhan aspek kognitif, dan juga perkembangan sosial. Akan tetapi, perkembangan aspek-aspek tersebut sangat dipangaruhi oleh lingkungan sang anak tersebut.
Jadi, karena pengaruh lingkungan atau faktor luar sangat berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek psikologis sang anak, maka peran pendidikan sangatlah penting dalam proses pembentukan dari tingkah laku atau kepribadiannya tersebut. Dalam hal ini, pendidikan keluarga merupakan salah satu aspek penting, karena awal pembentukan dan perkembangan dari tingkah laku atau kepribadian atau jiwa seorang anak adalah di melalui proses pendidikan di lingkungan keluarga. Di lingkungan inilah pertama kalinya terbentuknya pola dari tingkah laku atau kepribadian seorang anak tersebut.
Hadirin yang berbahagia.
Menurut konsep dalam Islam, proses tarbiyah (pendidikan) mempunyai tujuan untuk melahirkan suatu generasi baru dengan segala ciri-cirinya yang unggul dan beradab. Penciptaan generasi ini dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan yang sepenuhnya dan seutuhnya kepada Allah SWT melalui proses tarbiyah. Melalui proses tarbiyah inilah, Allah SWT telah menampilkan peribadi muslim yang merupakan uswah dan qudwah melalui Muhammad صلى الله عليه وسلم. Pribadinya merupakan manifestasi dan jelmaan dari segala nilai dan norma ajaran Al-Qur’an dan sunah Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Islam menghendaki program pendidikan yang menyeluruh, baik menyangkut aspek duniawi maupun ukhrowi. Dengan kata lain, pendidikan menyangkut aspek-aspek rohani, intelektual dan jasmani. Maka hal ini, proses pendidikan sangat didukung banyak aspek, terutama guru atau pendidik, orang tua, dan juga lingkungan.
Secara umum, keseluruhan ruang lingkup materi pendidikan Islam dapat dibagi manjadi 3 materi pokok pembahasan. Ketiga pokok bahasan tersebut yakni; Tarbiyah Aqliyah (IQ learning), Tarbiyyah Jismiyah (Physical learning), dan Tarbiyatul Khuluqiyyah (SQ learning).
Pertama, adalah Tarbiyah Aqliyah (IQ learning).
Tarbiyah aqliyah atau sering dikenal dengan istilah pendidikan rasional (intellegence question learning) merupakan pendidikan yang mengedapan kecerdasan akal. Tujuan yang diinginkan dalam pendidikan itu adalah bagaimana mendorong anak agar bisa berfikir secara logis terhadap apa yang dlihat dan diindra oleh mereka.
Input, proses, dan output pendidikan anak diorientasikan pada rasio (intellegence oriented), yakni bagaimana anak dapat membuat analisis, penalaran, dan bahkan sintesis untuk menjustifikasi suatu masalah. Misalnya melatih indra untuk membedakan hal yang diamati, mengamati terhadap hakikat apa yang diamati, mendorong anak bercita-cita dalam menemukan suatu yang berguna, dan melatih anak untuk memberikan bukti terhadap apa yang mereka simpulkan.
Kedua, Tarbiyyah Jismiyah (Physical learning).
Yaitu segala kegiatan yang bersifat fisik dalam ranhgka mengembangkan aspek-aspek biologis anak tingkat daya tubuh sehingga mampu untuk melaksanakan tugas yang di berikan padanya baik secara individu ataupun sosial nantinya, dengan keyakinan bahwa dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat “al-aqlussalim fi jismissaslim“ sehingga banyak di berikan beberapa permainan oleh mereka dalam jenis pendidikan ini.
Dan ketiga, Tarbiyatul Khuluqiyyah (SQ learning)
Makna tarbiyah khuluqiyyah di sini diartikan sebagai konsistensi seseorang bagaimana memegang nilai kebaikan dalam situasi dan kondisi apapun dia berada seperti; kejujuran, keikhlasan, mengalah, senang bekerja dan berkarya, kebersihan, keberanian dalam membela yang benar, bersandar pada diri sendiri (tidak bersandar pada orang lain), dan begitu juga bagaimana tata cara hidup berbangsa dan bernegara.
Oleh sebab itu maka pendidikan akhlak tidak dapat dijalankan dengan hanya menghapalkan saja tentang hal baik dan buruk, tapi bagaimana menjalankannya sesuai dengan nilai-nilainya.
Hadirin yang berbahagia.
Pendidikan anak akan berhasil bila diwujudkan dengan mengikuti langkah-langkah kongkrit dalam hal penanaman nilai-nilai Islam pada diri anak. Sehubungan dengan hal ini, Abdurrahman An-Nahlawi mengemukakan tujuh kiat dalam mendidik anak, yaitu :
a. Dengan Hiwar ( Dialog )
Mendidik anak dengan hiwar (dialog) merupakan suatu keharusan bagi orang tua. Oleh karena itu kemampuan berdialog mutlak harus ada pada setiap orang tua. Dengan hiwar, akan terjadi komunikasi yang dinamis antara orang tua dengan anak, lebih mudah dipahami dan berkesan. Selain itu, orang tua sendiri akan tahu sejauh mana perkembangan pemikiran dan sikap anaknya.
Dalam mendidik umatnya, Rasulullah صلى الله عليه وسلم sering menggunakan metode ini. Anak-anak sering menanyakan: apa betul Allah itu ahad, katanya Tuhan itu ada di mana-mana. Pada usia remaja atau dewasa, dialog dengan orang tua itu sangat diperlukan dalam menghadapi persoalan hidup yang semakin kompleks seiring dengan lingkungan anak yang semakin luas.
b. Dengan Kisah
Kisah memiliki fungsi yang sangat penting bagi perkembangan jiwa anak. Suatu kisah bisa menyentuh jiwa dan akan memotivasi anak untuk merubah sikapnya. Kalau kisah yang diceriterakan itu baik, maka kelak ia berusaha menjadi anak baik, dan sebaliknya bila kisah yang diceriterakan itu tidak baik, sikap dan perilakunya akan berubah seperti tokoh dalam kisah itu.
Banyak sekali kisah-kisah sejarah, baik kisah para nabi, sahabat atau orang-orang shalih, yang bisa dijadikan pelajaran dalam membentuk kepribadian anak. Contohnya, banyak anak-anak jadi malas, tidak mau berusaha dan mau terima beres. Karena kisah yang menarik baginya adalah kisah khayalan yang menampilkan pribadi malas tetapi selalu ditolong dan diberi kemudahan.
c. Dengan Perumpamaan
Al-Qur`an dan al-hadits banyak sekali mengemukakan perumpamaan. Jika Allah SWT dan Rasul-Nya mengungkapkan perumpamaan, secara tersirat berarti orang tua juga harus mendidik anak-anaknya dengan perumpamaan. Sebagai contoh, orang tua berkata pada anaknya, “Bagaimana pendapatmu bila ada seorang anak yang rajin shalat, giat belajar dan hormat pada kedua orang tuanya, apakah anak itu akan disukai oleh ayah dan ibunya?” Tentu si anak berkata, “Tentu saja".
Dari ungkapan seperti itu, orang tua bisa melanjuntukan arahan terhadap anak-anaknya sampai sang anak betul-betul bisa menyadari, bahwa kalau mau disukai orang tuanya yang harus dilakukan sang anak adalah rajin shalat, giat belajar dan hormat pada keduanya. Begitu seterusnya dengan persoalan-persoalan lain.
d. Dengan Keteladanan
Orang tua merupakan pribadi yang sering ditiru anak-anaknya. Kalau perilaku orang tua baik, maka anaknya meniru hal-hal yang baik dan bila perilaku orang tuanya buruk, maka bisanya anaknya meniru hal-hal buruk pula. Dengan demikian, keteladanan yang baik merupakan salah satu kiat yang harus diterapkan dalam mendidik anak.p> Kalau orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak shaleh, maka yang harus shalih duluan adalah orang tuanya. Sebab, dari keshalehan mereka, anak-anak akan meniru, dan meniru itu sendiri merupakan gharizah (naluri) dari setiap orang.
e. Dengan Latihan dan Pengalaman
Anak shalih bukan hanya anak yang berdoa untuk orang tuanya. Anak shalih adalah anak yang berusaha secara maksimal melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Untuk melaksanakan ajaran Islam, seorang anak harus dilatih sejak dini dalam praktik pelaksanaan ajaran Islam seperti shalat, puasa, berjilbab bagi yang puteri, dan sebagainya.
Tanpa latihan yang dibiasakan, seorang anak akan sulit mengamalkan ajaran Islam, meskipun ia telah memahaminya. Oleh karena itu seorang ibu harus menanamkan kebiasaan yang baik pada anak-anaknya dan melakukan kontrol agar sang anak disiplin dalam melaksanakan Islam.
f. Dengan Ibrah Mauizhah
Dari kisah-kisah sejarah, para orang tua bisa mengambil pelajaran untuk anak-anaknya. Begitu pula dengan peristiwa aktual, bahkan dari kehidupan makhluk lain banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Bila orang tua sudah berhasil mengambil pelajaran dari suatu kejadian untuk anak-anaknya, selanjutnya pada mereka di-berikan mau’izhah (nasihat) yang baik.
Misalnya dengan iman yang kuat, umat Islam yang sedikit, mampu mengalahkan orang kafir yang banyak di perang Badar. Sesuatu yang berat dan besar bisa dipindahkan, bila kita bekerjasama seperti semut-semut bergotong-royong membawa sesuatu, dan begitulah seterusnya.
Memberi nasihat itu tidak selalu harus dengan kata-kata. Melalui kejadian-kejadian tertentu yang menggugah hati, juga bisa menjadi nasihat, seperti menjenguk orang sakit, ta’ziyah pada orang yang mati, ziarah ke kubur, dan sebagainya.
g. Dengan Targhib dan Tarhib
Targhib adalah janji-janji menyenangkan bila seseorang melakukan kebaikan, sedang tarhib adalah ancaman mengerikan bagi orang yang melakukan keburukan. Banyak sekali ayat dan hadits yang mengungkapkan janji dan ancaman. Itu artinya orang tua juga mesti menerapkannya dalam pendidikan anak-anaknya.
Dalam Islam, targhib dan tarhib dikaitkan dengan persoalan akhirat, yaitu surga dan neraka. Sehingga, sikap yang lahir dari sang anak melalui metode ini lebih kokoh karena terkait dengan iman kepada Allah dan Hari Akhir. Metode ini dimaksudkan untuk menggugah dan mendidik manusia agar memiliki perasaan robbaniyah, seperti khauf (takut) pada Allah, khusyu’ (merendahkan diri) di hadapan Allah, mahabbah (cinta) kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Berdasarkan uraian di atas, jelas sekali bahwa proses pendidikan anak agar menjadi anak yang shalih, memerlukan perhatian serius dari masing-masing orang tua, terutama para ibu. Oleh karena itu, kedua orang tua harus bersepakat dalam merumuskan konsep dan program pendidikan yang ingin mereka terapkan sesuai dengan garis-garis besar konsep keluarga Islami. Kesepakatan antara kedua orang tua dalam perumusan ini akan menciptakan keselarasan dalam pola hubungan antara mereka berdua dan antara mereka dengan anak-anak.
Baca juga: Khutbah Jum'at: Pentingnya Pendidikan Anak
Posting Komentar untuk "Khutbah Jum'at : Keluarga Islam"
Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan artikel di atas.