Penyebab Perceraian Part4

B. Sebab Perceraian Karena Faktor Istri Dan Solusinya;

1. Istri tidak melaksanakan kewajibannya terhadap suami, disebabkan karena jahil, lalai, atau sengaja menentang syari'at Allah.

Selayaknya seorang istri mengetahui kewajibannya terhadap suami dan takut kepada Allah. Semoga dengan demikian, hidupnya akan bahagia dengan keridhaan Allah dan suami terhadapnya.

Diantara kewajiban istri, yakni: mendengar dan patuh kepada suami, berhias diri di hadapannya, tidak membuatnya marah, tidak menolak berhubungan jika diajak suami, menjaga harta dan rumah suami, serta mempergauli suami dengan cara yang baik.

akta cerai
2. Istri yang tidak taat bersuamikan pria yang shalih.

Banyak mahligai perkawinan yang hancur berantakan, karena sang istri sulit meninggalkan kebiasaan buruknya.

Seorang istri yang mendapatkan suami shalih, selayaknya bersyukur dan berupaya mengikuti jejak suaminya untuk dapat istiqamah dalam beragama. Sehingga akan mendapatkan hidup tentram dan bahagia, dengan izin Allah. Sebab kebahagiaan hanya akan datang, bila taat kepada Allah.

Sebagaimana firman Allah SWT:

Barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, maka dia tidak akan pernah tersesat ataupun celaka. (QS. Thaha: 123)

3. Mengadukan berbagai macam permasalahan anak atau membantah suami yang sedang marah atau keletihan. Akhirnya, tidak mustahil gejolak amarah suami semakin menjadi dan tidak mustahil akan menceraikannya.

Seorang istri dituntut untuk mengerti kondisi suami. Tidak perlu melaporkan permasalahan rumah tangga kepadanya ketika kondisinya tidak tepat.

Jikalau harus mengadukan berbagai masalah, hendaklah dengan cara lemah lembut hingga suami dapat mengerti dan memahami yang diinginkan olehnya. Janganlah seorang istri membakar kemarahan suami dengan mendebatnya ketika suami sedang marah.

4. Nusyuz (menentang suami) dan sikap buruk istri.

Faktor ini banyak membunuh perasaan cinta diantara keduanya dan menjadi penyebab menjauhnya suami.

Dalam menyikapi nusyuz istri, Allah Ta'ala telah memberikan cara yang paling efektif untuk menjaga terurainya tali pernikahan.

Allah berfirman:
Dan para istri yang dikhawatirkan akan berbuat nusyuz terhadap suaminya, maka nasehatilah mereka, jauhi ranjang mereka, dan pukullah mereka. Tetapi jika mereka patuh terhadap kalian, janganlah mencari-cari alasan untuk berbuat yang melampaui batas terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi dan Maha Besar. (QS. An-Nisa: 34)

Para suami harusnya mengambil langkah-langkah ini sebagai terapi. Tidak layak bagi suami terlampau cepat menjatuhkan thalak.

Langkah pertama, suami diharapkan menasehati istrinya dengan baik-baik. Jika ternyata langkah ini tidak efektif, maka suami menempuh langkah kedua, yaitu pisah ranjang.

Jika langkah ini ternyata tetap tidak berguna, maka suami diperbolehkan mengambil langkah terakhir, yaitu memukulnya dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Langkah ini sebagai salah satu sarana mendidik, bukan untuk menyakiti. Semoga Allah dapat menunjukinya dengan cara terakhir ini.

5. Istri tidak mencintai suami.

Ketika istri merasa mustahil dapat hidup berdampingan dengan suami dan merasa tidak akan dapat bersikap ramah, maka diperbolehkan baginya untuk menuntut khulu' (Khulu' = cerai dengan syarat membayar sejumlah uang ataupun harta)sebagai solusi terakhir, ketika istri merasa yakin akan berbuat maksiat dan tidak dapat menjalankan kewajibannya.

Dalam kondisi seperti ini, tidak ada jalan lain, kecuali memisahkan antara keduanya. Allah berfrman:

Jika kalian khawatir keduanya tidak lagi dapat menjalankan hukum Allah, tidak mengapa bagi keduanya membuat kesepakatan dengan cara istri membayar sejumlah tebusan (agar suaminya menceraikannya). (QS. Al-Baqarah: 229).

Ibnu Abbas meriwayatkan: Istri Tsabit ibn Qois datang menghadap Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan berkata: "Sesungguhnya sedikitpun aku tidak menemukan cela pada suamiku Tsabit. Dia baik dari segi agamanya maupun sikapnya padaku. Namun aku tidak sanggup hidup dengannya". Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata padanya: "Maukah engkau mengembalikan kebunnya yang diberikannya padamu (sebagai mahar)?"
Dia menjawab, "Ya". (Shahih Bukhari, hadits no. 5275)

6. Istri menuntut cerai karena marah terhadap suami yang disebabkan perkara kecil. Atau disebabkan suami menikah lagi. Atau mungkin adanya pihak tertentu yang mengadu domba dan memecahbelah keduanya dengan menyebarkan berita bohong tentang suaminya. Atau bisa jadi berita itu benar, tetapi sebenarnya bukan sesuatu yang melanggar syari'at.

Seorang istri tidak layak menuntut cerai karena perkara-perkara seperti tersebut di atas, karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Wanita mana saja yang mentuntut cerai dari suaminya tanpa ada kesalahan yang diperbuatnya, maka Allah mengharamkan baginya mencium bau Surga". (Sunan At-Tirmidzi, hadits no. 1187. Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan." Sunan Abu Dawud, hadits no. 2226. Sunan Ibn Majah, hadits no. 2055.)

Seorang istri jangan mudah termakan isu-isu para pengadu domba. Karena dapat membahayakan dirinya, suami maupun anak-anaknya; apalagi memutuskan tali pernikahan, tanpa ada sebabnya, maka hal itu diharamkan sebagaimana sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم,
Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh dibahayakan.

7. Istri ditimpa penyakit yang berkepanjangan ataupun telah lama menikah, namun belum juga membuahkan keturunan.

Dalam kondisi seperti ini, selayaknya suami tetap mempertahankannya sebagai bentuk penghormatan dan balasan kesetiaannya selama pernikahan mereka.

Solusinya, mungkin saja bagi suami untuk menikah lagi. Adapun masalah belum mendapatkan keturunan, mungkin juga disebabkan kemandulan suami. Dan jika ternyata disebabkan istri, maka tidak layak bagi suami meninggalkannya. Seharusnya dia memaklumi dan tetap mempergaulinya dengan baik. Sebab Allah berfirman:

"Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan ganjaran orang yang berbuat kebajikan. (QS. Al-A'raf: 170)

9. Istri yang tidak qona'ah (menerima apa yang ada), atau terlampau banyak menuntut hal-hal yang sebetulnya tidak begitu penting kepada suami. Apalagi kondisi keuangan suami yang memang tidak mengizinkan.

Tuntutan seperti ini, biasanya akan melahirkan pertengkaran, atau sikap jenuh suami, yang tidak mustahil berakhir dengan perceraian untuk dapat melepaskan diri dari himpitan tuntutan sang istri. Sang istri, selayaknya selalu rela dengan apa yang diberikan suami dan tidak menuntut macam-macam, kecuali memang sangat dibutuhkannya.

Terlebih lagi jika memang perekonomian suami tidak mendukung, ini akan membuat bahtera perkawinan akan lebih bertahan lama.

Seorang penyair (Yaitu Asma Ibn Kharijah An-Nazari, Lihat, "Masyahid Al-Inshaf 'Ala Syawahid Al-Kasyyaf" karya Al-Marzuqi, halaman 9) berkata:

"Terimalah apa-apa yang telah kuberikan (Harta yang diberikan suami kepada Istri di luar dari kewajiban nafkah yang diberikan), engkau akan memperoleh cintaku selamanya. Janganlah engkau berbicara ketika emosiku meluap".

Seorang istri tidak boleh terpedaya dengan perhiasan dunia yang fana ini, sebagaimana firman Allah:

"Dan tidaklah kehidupan dunia ini, melainkan kesenangan yang memperdaya. (QS. Ali Imran: 185).

Rasulullah bersabda:

"Berbahagialah orang yang telah masuk Islam, diberikan Allah rizqi yang cukup dan dia qona'ah (rela menerima) atas apa-apa yang diberikan Allah padanya". (Shahih Muslim, hadits no. 1054)

Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda:

"Lihatlah kepada orang-orang yang di bawah kalian (lebih miskin),dan janganlah melihat kepada orang-orang yang berada di atas kalian (yang lebih kaya). Hal itu akan membuat kalian tidak menghina karunia yang diberikan Allah kepada kalian". (Shahih Bukhari, hadits no. 6490. Shahih Muslim, hadits no. 2963).

Semoga bermanfaat.

Baca : 🢧 Beberapa Ketentuan Tentang Thalaq

Posting Komentar untuk "Penyebab Perceraian Part4"