Khutbah Jum'at tentang Manusia Sebagai makhluk Sosial

Lima Pilar Kehidupan Bermasyarakat Agar Damai dan Sejahtera

Muqaddimah silahkan ditambahkan sendiri

Hadirin jama'ah jum'at yang dimuliakan Allah. Swt

Manusia menurut qodratnya adalah merupakan makhluk yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan makhluk lain, yang dalam istilahnya disebut sebagai makhluk sosial.

Kiranya kata-kata tadi tidaklah berlebihan, sebab secara tersirat al-Qur'an sudah menjelaskan. Di dalam surah al-'Alaq kita temukan firman Allah Swt yang menjelaskan hal tersebut. خلق الا نسان من علق yang secara harfiyah, ayat ini dapat difahami bahwa Allah Swt telah menciptakan manusia dari 'alaqo atau segumpal darah atau sesuatu yang menempel pada dinding rahim.

Namun, secara luas, ayat ini dapat difahami bahwa 'alaqoh tadi menempel pada dinding yang bermakna selalu bergantung kepada pihak lain atau tidak dapat hidup sendiri, sebagaimana 'alaqoh yang selalu menempel pada dinding rahim hingga berubah menjadi mudghah (segumpal daging).

Ayat lain yang mempertegas hal ini adalah surah al-Hujurat : 13

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Jadi jelaslah bahwa manusia diciptakan terdiri dari laki-laki dan perempuan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling kenal mengenal, yang dengan saling kenal-mengenal itu akan terjalinlah kerjasama diantara manusia. Pendek kata, secara fitrahnya, manusia adalah makhluk sosial dan hidup bermasyarakat.

Hadirin yang berbahagia

Setiap orang dari anggota masyarakat, dalam menjalani kehidupan di dunia ini tidak dapat terlepas dari hukum-hukum Allah. Suatu masyarakat akan jaya bila mereka selalu memupuk rasa kebersamaan, tolong menolong, saling pengertian dan tidak saling menjatuhkan satu sama lain. Dan dari sini pula lahirnya suatu konsep ajaran amar ma'ruf dan nahi munkar.

Suatu hal yang perlu ditekankan dalam kehidupan bermasyarakat adalah menjaga amanah. Jika kita kelompokkan, maka terdapat lima kelompok yang memegang amanah, yang menurut Rasulullah صلى الله عليه وسلم, jika amanah tersebut dilaksanakan dengan baik (tidak dikhianati) maka dunia akan damai dan sejahtera. Namun sebaliknya, jika amanah itu dikhianati, maka akan hancurlah suatu masyarakat, bangsa dan negara.

Lima kelompok itu adalah

1. Para Pemimpin.

Pemimpin yang memegang amanah adalah pemimpin yang adil, cerdas dan bijaksana. Pemimpin yang amanah, akan mendahulukan kepentingan masyarakat atau rakyatnya daripada kepentingan kelompok atau partainya. Pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang bisa menjadi tempat bernaung bagi rakyatnya, karena rakyat merasa terlindungi hak-haknya.

2. Para ulama'.

Para ulama merupakan pewaris para Nabi. Para ulama dibebankan oleh Allah amanah berupa ilmu yang harus diamalkan dan diajarkan kepada ummat. Para ulama bertanggungjawab terhadap baik atau rusaknya moral suatu masyarakat. Para ulama bertanggung jawab jika ada diantara ummat yang tidak mengenal atau tidak mengerti tentang ajarana Islam yang benar.

3. Para Hartawan.

Para hartawan memikul amanah berupa harta yang dititipkan Allah untuk dibelanjakan di jalan Allah dan demi kejayaan agama Islam.

4. Masyarakat Umum.

Secara umuum, masyarakat terdiri dari berbagai profesi dan keahlian, maka masing-masing bertanggung jawan dan memikul amanah sesuai dengan profesi dan keahliannya itu.

5. Masyarakat yang Fakir Miskin.

masyarakat yang fakir dan miskin, maka amanahnya adalah berupa do'a-do'a yang baik yang dia mohonkan demi kebaikan bersama, demi kebaikan masyarakat, agama, bangsa dan negara.

hadirin yang berbahagia.

Kelima pilar diatas harus saling bahu membahu untuk membangun suatu msyarakat yang majemuk, yang memiliki satu cita-cita, yaitu negara yang sejahtera, adil dan aman sentosa.

Kemakmuran dan kesejahteraan tidak akan tercapai jika satu sama lain tidak saling peduli, tidak saling asah, asih dan asuh. Para pemimpinnya dibiarkan berjalan sendiri tanpa ada kontrol dan sumbang saran dari rakyat ataupun wakil rakyat. atau sebaliknya, para peminpinnya tidak mau peduli akan penderitaan rakyat serta tidak mau mendengarkan aspirasi rakyatnya.

Demikian juga para ulama' ataupun orang-orang pintar diantara masyarakat, jika ada yang berniat untuk membawa suatu kemajuan, maka konsep-konsep atau rancangan atau ide-ide mereka tidak akan pernah terlaksana dengan baik jika di lain pihak ada yang menentang atau tidak mendukung tanpa dasar ilmu ataupun pertimbangan yang matang tentang apa yang dia tentang itu.

Sudah lama bangsa Indonesia ini mencita-citakan menjadi masyarakat Madani, yakni suatu masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana masyarakat pada zaman Rasulullah di Madinah dulu. Masyarakat Madinah ketika itu hidup dalam kemakmuran dan sejahtera, adil dan beradab dibawah kepemimpinan Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan senantiasa dilimpahkan rahmat oleh Allah Swt.

Namun sepertinya cita-cita masyarakat Madani itu masih jauh dari harapan. Tengoklah situasi politik sekarang, tengok pula kondisi msyarakat kita yang semakin jauh dari ajaran Islam, yang hidup dalam kamaksiatan dan kemusyrikan. Jadi, jangan pernah mengeluh ataupun menggerutu mengapa kehidupan kita, ekonomi kita semakin hari semakin sulit, sebab masing-masing kita mempunyai tanggung jawab akan semua itu.

Tidak ada cara lain untuk menggapai cita-cita masyarakat Madani, masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Konsepnya hanya satu, yakni kembali kepada ajaran Allah yakni ajaran Islam. Laksanakan dengan sebaik-baiknya, siapapun kita, apapun profesi dan jabatan kita, muaranya hanyalah ketaqwaan kepada Allah Swt.

Laksanakan amanah yang Allah titipkan kepada kita dengan sebaik-baiknya, tegakkan keadilan jika ingin tercapai kemakmuran dan senantiasa disinari oleh rahmat Allah Swt.

Hadirin yang dimuliakan Allah Swt.

Menutup uraian khutbah ini, akan saya bacakan firman Allah dalam surah az-Zukhruf : 31-32

وَقَالُوْا لَوْلَا نُزِّلَ هٰذَا الْقُرْاٰنُ عَلٰى رَجُلٍ مِّنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيْمٍ اَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَۗ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۙ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجٰتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗوَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
31). dan mereka berkata: "Mengapa Al-Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini(*)?"
32). Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

(*)Mereka mengingkari wahyu dan kenabian Muhammad صلى الله عليه وسلم karena menurut pikiran mereka, seorang yang diutus menjadi Rasul itu hendaklah seorang yang Kaya raya dan berpengaruh.

Barokallah.......

Posting Komentar untuk "Khutbah Jum'at tentang Manusia Sebagai makhluk Sosial"